Isilah Buku Tamu


ShoutMix chat widget
NEWS UPDATE>>

Rabu, 04 April 2012

Pengalaman Kebanjiran, Ini Solusi Hidayat Nur Wahid

Pengalaman Kebanjiran, Ini Solusi Hidayat Nur Wahid
TRIBUNnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengalaman terkena banjir di kota Jakarta sudah dirasakan Calon Gubernur DKI Jakarta, Hidayat Nur Wahid. Kediamannya di Komplek perumahan politisi senior Partai Keadilan Sosial di bilangan Jalan Kemang Selatan IV/79 RT 11 RW 2 Cilandak, Jakarta Selatan dikepung air setinggi pusarnya.
Hujan lebat yang mengguyur Jakarta membuat Sungai Krukut yang langganan banjir airnya meluap ke pemukiman penduduk, termasuk ke perumahan tempat tinggalnya, dan membuat mantan Presiden PKS ini harus menembus banjir yang mengelilingi kediamannya untuk mengikuti sidang paripurna di Gedung DPR RI.
“Saya tadipun harus berbasah-basah sampai ke pusar untuk keluar dari rumah, agar bisa ke sidang paripurna. Harus mandi dulu di tempat satpam karena baju dan celana saya basah,” ujar Hidayat kepada Tribunnews.com saat ditemui di Gedung DPR, Rabu(4/4/2012).
Menurut Hidayat, banjir ini satu hal yang sangat ironi, apalagi sudah di bulan April, Jakarta masih saja banjir. Kejadian banjir yang terjadi di Jakarta tanpa ada penanggulangan menjadi satu hal yang sangat disesalkan.
Sambil menuju ke mobilnya, Hidayat melihat dua hal secara mencolok terjadi dan membuat kota Jakarta ini langganan banjir.
“Banjir itu terjadi karena koordinasi yang tidak efektif yang dilakukan pemprov DKI dengan pemerintah pusat, maupun dengan pemprov Jawa Barat, melalui walikota Bogor.” Demikian ia menjelaskan pokok-pokok masalah yang mengakibatkan banjir terus menjadi masalah yang tidak terselesaikan dii Jakarta.
Karena itu, harusnya permasalahan ini bisa diatasi. Mengapa harus dengan pemerintah pusat?
“Karena ternyata terkait dengan 13 aliran sungai di Jakarta, domainnya banyak terkait dengan pemerintah pusat. Pemerintah pusat sudah menganggarkan untuk pengerukan sungai. Dan itu disayangkan baru di tiga sungai, sungai Pesanggrahan, Sungai Angke, Sungai Sunter,” kata Hidayat.
Namun, ia menyayangkan masih terdapat 13 sungai lagi yang belum ada anggarannya. Harusnya pemprov DKI mampu berkomunikasi dengan pemerintah pusat untuk menghadirkan anggaran buat pengerukan sungai-sungai di Jakarta.
Dia mencontohkan Sungai Krukut, yang membanjiri kawasan di Pondok Labu, dan Kemang. Ternyata belum menjadi bagian  yang mendapatkan anggaran pengerukan.
“Mengapa terjadi banjir, karena sungai-sungai itu telah dangkal. Bahkan 30 tahun itu Sungai Krukut belum dikeruk. Anda bayangkan kalau sungainya dangkal, ya tentu airnya meluap. Jadi harusnya terjadi pengerukan sungai. Pengerukan sungai itu memang harus dilakukan  pemrov DKI. Tapi anggaranya dari pusat,” tegasnya.
Selain itu lanjut Hidayat harusnya terjalin komunikasi dengan pemerintah pusat, ia melihat juga perlu dan pentingnya terjalin komunikasi dan kordinasi dengan pemprov Jawa Barat, melalui walikota Bogor. Karena air yang mengakibatkan banjir di Jakarta, sebagian besar adalah kiriman dari  Kota Bogor.
“Harusnya memang, bisa dilakukan kerjasama efektif misalnya, pemprov DKI membeli tanah untuk membuat situ-situ, atau danau-danau buatan, sehingga air itu tidak masuk ke Jakarta. Karena bisa dialihkan ke situ-situ tersebut.” jelasnya.
Justru, kata Hidayat bila terjalin komunikasi yang efektif, musibah banjir bisa menjadi berkah. Misalnya, situ-situ atau danau buatan  tersebut bisa dijadikan tempat penampungan air sebagai sumber PDAM di Jakarta.
“Itukan menjadi berkah nanti. Daripada menjadi musibah, bias menjadi berkah. Atau bisa juga situ-situ itu dijadikan tempat-tempat pariwisata. Jadi warga Jakarta memiliki alternatif yang banyak, apakah akan memancing ikan disana, misalnya bisa naik perahu disana, dan apapun itu,” jelasnya.

Kelalaian
Permasalahan yang akhirnya mengakibatkan Ibukota Negara ini banjir, menurut Hidayat adalah karena kelalaian yang mengakibatkan lebar sungaii menyempit. Contohnya saja yang diketahuinya, Sungai Krukut. Sungai ini sendiri lebar awalnya adalah sekitar 15-20 meter. Namun, sekarang tinggal 5-6 meter.
“Anda bisa bayangkan hanya sepertiganya. Dulu lebar, airnya tidak bermasalah. Sekarang sudah sempit pasti airnya menjadi masalah.” kata Hidayat.
Penyempitan terjadi karena pemprov DKI membiarkan warga tinggal di kawasan bantaran sungai. Pembiaran ini bukan hanya terjadi sekarang saja dan sudah terjadi pada periode-periode sebelumnya juga. Pembiaran ini mengakibatkan warga merasa memiliki dan mereka tinggal di situ dan kemudian terjadilah penyempitan, dan akhirnya terjadilah banjir.
Tentu solusinya menurut Hidayat, bukan serta merta menggusur warga yang tinggal di bantaran sungai. Solusinya tentu pertama-tama, pemprov DKI dengan seluruh jajarannya berkomunikasi secara efektif dengan warga di bantara sungai, menyampaikan kepada mereka, bahwa mereka bisa menjadi bagian daripada solusi banjir itu sendiri.
Salah satu diantaranya adalah mereka tidak  memperparah kondisi sungai yang mengakibatkan banjir. Hal kecil saja, misalnya, tidak buang sampah sembarangan dan menyediakan bak-bak sambah di sekitarnya.
“Mereka juga bisa diajak berdialog untuk mempertimbangkan ke tempat mana mereka bias dipindahkan tinggalnya. Tempat itu perlu disediakan pemprov. Dengan pemprov DKI membeli tanah dan kemudian nanti mereka tinggal disitu, dengan biaya yang mampu mereka bayar,” pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar anda di sini !

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More